Penyelidikan Geokimia Regional Sistematik Di Daerah Bima, Dompu dan Sekitarnya,
Nusa Tenggara Barat
Oleh :
Agus Gunirwa dan Sumartono
Subdit. Mineral Logam
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kegiatan penyelidikan geokimia regional bersistem Tahun Anggaran 2003 merupakan satu diantara kegiatan Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral Indonesia, dilakukan di 2 (dua) wilayah lembar peta, yaitu Lembar Bima dan Lembar Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Peta dasar yang digunakan dalam eksplorasi geokimia regional ini adalah peta pola aliran sungai skala 1:100.000. Peta ini merupakan hasil penggambaran ulang (pengecilan) dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 (Bakosurtanal),
kemudian discan/didijitasi guna menghasilkan peta dasar dijital sebagai bahan pembuatan atlas geokimia elektronis.
Untuk orientasi di lapangan digunakan juga peta topografi skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal). Lokasi conto sedimen sungai
diplot pada peta pola aliran sungai sekala 1:250.000
1.2. Maksud dan Tujuan
Penyelidikan Pemetaan Geokimia Regional Sitematik dilakukan dengan pemercontoan sedimen sungai berukuran –80 mesh, merupakan jenis pemetaan untuk mendapatkan gambaran sebaran unsur kimia di permukaan bumi. Kelainan gambaran sebaran unsur atau anomali, diharapkan dapat ditafsirkan sebagai keterkaitan unsur tertentu dengan kondisi geologi atau pemineralan tertentu di suatu daerah. Berdasarkan pemetaan geokimia ini akan diterbitkan Peta Geokimia Regional bersekala 1: 250.000.
Informasi peta geokimia dapat dijadikan sebagai acuan eksplorasi mineral, dan keperluan-keperluan lainnya seperti untuk mengetahui kondisi tanah yang terdapat di daerah itu, sehingga dapat dijadikan informasi usaha pertanian, perkebunan atau usaha lain yang bertalian dengan penggunaan lahan, kesehatan masyarakat maupun dapat digunakan sebagai salah satu acuan tata ruang pembangunan daerah.
1.3. Lokasi Penyelidikan
Daerah yang diselidiki termasuk wilayah Kabupaten Bima, dan sebagian Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas koordinat 118° 15' 00" s.d. 119° 10' 27" Bujur Timur dan 8° 15' 00" s.d. 8° 51' 16" Lintang Selatan, mencapai luas daerah sekitar 4200 km2. (Gambar 1).
2. GEOLOGI DAN PENYELIDIK TERDAHULU
Beberapa penyelidik terdahulu telah melakukan kegiatan di daerah ini.
Hasil penyelidikan dan pemetaan terdahuku telah memberikan pemahaman yang berguna tentang keadaan geologi di daerah Bima.
2.1 Stratigrafi
Batuan yang melandasi P. Sumbawa tersebut terdiri dari lava andesit – basalt, tuff, breksi dan batuan sedimen yang bersifat gampingan. Secara tidak selaras kemudian batuan-batuan tersebut ditutupi oleh batuan gunungapi dasit dan sedimen (Miosen Tengah sampai Pliosen Awal). Batuan–batuan tersebut secara setempat diterobos oleh batuan tonalit, dasit, diorit, andesit dan trakit.
Di bagian utara P. Sumbawa, daerah tersebut didominasi oleh batuan hasil kegitan gunungapi yang masih aktif, seperti G. Tambora dan G. Sangeang. Endapan aluvial pada umumnya diendapkan di bagian pantai utara dan daerah pesisir barat Huu.
Gambar 1. Peta Daerah Penyelidikan
2.2 Struktur Geologi
Secara tektonik, terbentuknya P. Sumbawa erat kaitannya dengan penunjaman Lempeng Hindia yang berarah utara–timurlaut di bawah daratan Sunda yang mulai menyebar dari P. Sumatra dan P. Jawa menerus ke arah timur membentuk busur kepulauan Busur Banda terbentuk pada masa Kenozoikum, yang dilandasi oleh batuan gunungapi kalk alkalin dari busur dalam Banda yang masih aktif hingga sekarang. Busur tersebut sebagian besar terbentuk akibat penunjaman kerak Samudera Hindia ke arah utara. Sampai karang bentuk dari busur kepulauan tersebut masih mengalami perubahan bentuk karena masih adanya pergerakan Benua Australia ke utara (Audley – Charles, dkk., 1975; Crostella dan Powel, 1976) dengan zona penunjaman condong ke utara yang menumbuk busur pulauan tersebut meliputi pula P. Flores bagian barat, Sumbawa Timur dan Kepulauan Alor. (Gambar 2).
2.3 Mineralisasi
Petunjuk adanya pemineralan sebelumnya telah didapat dari beberapa penyelidik terdahulu yang pernah mengadakan penyelidikan di daerah Bima dan sekitarnya. Jenis pemineralan penguratan kuarsa mengandung Au ± logam dasar Beberapa daerah yang menunjukan adanya mineralisasi digambarkan dalam gambar 3
3. HASIL PENYELIDIKAN
3.1 Geologi Daerah Penyelidikan
3.1.1. Morfologi
Pada umumnya daerah penyelidikan merupakan daerah yang bertopografi berbukit berbentuk kerucut, perbukitan begelombang, dan dataran rendah serta ditutupi oleh batuan gunungapi, batuan terobosan, batuan sedimen Tersier dan endapan aluvial.
3.1.2. Stratigrafi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Sumbawa dan Bima sekala 1 : 250.000 (Ratman, N. dan A. Yasin, 1978) dalam Peta Geologi Lembar Komodo dan Peta Geologi Tinjau Sumbawa, NTB, sekala 1 : 250.000, A. Sudradjat, 1975) stratigrafi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi sembilan satuan batuan yang berumur antara Miosen Awal hingga Resen.
Adapun urutan stratigrafi batuan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
Batuan gunungapi Tua (Tlmv), penyebarannya meliputi bagian selatan daerah penyelidikan, merupakan daerah pegunungan terjal yang mengitari Teluk Bima di bagian selatan seperti Doro Derusi Doro Parewa, Doro Sando dan
Gambar 2. Kedudukan Tektonik Nusa Tenggara
Gambar 3. Peta Gugus Pemineralan
Doro Dongomaro. Penyusun utama batuan Gunungapi tua in iadalah lava danbreksi berkomposisi andesit dan basal,mengandung sisipan tufa bersifat andesit dan batugamping hubem, umumnya berwarna kelabu kehitaman, hijau dan ungu padasisipan tufanya, lava berstruktur bantal dan bersisipan rijang merah. Breksi pada umumnya telah terubaholeh propilitisasi dan terkersikan dan mengami pemineralan, mengandung urat-urat kuarsa dan kalsit. Umur batuan ini diperkirakan Miosen Awal (Darwin Kadar, 1974).
Batuan gunungapi (Tmv), sebarannya pada umumnya menempati daerah di sekitar selatan dan timur Teluk Bima yaitu di sekitar Tente dan Doro Ngali. Batuan utama yang menyusun satuan ini adalah lava dan breksi yang berkomposisi dasit yang umumnya berwarna kelabu tua, pejal, dicirikan oleh komponen kuarsa berukuran 0,5 – 20 cm, mengandung sisipan-sisipan tufa gampingan.
Di beberapa tempat telah terkersikkan. Secara stratigrafi kedudukannya sama dengan batugamping berlapis.
Tufa dasitan (Tmdt), sebarannya meliputi daerah di sekitar baratdaya daerah penyelidikan dan sebelah selatan Bima dan Waworada. Batuan penyusunnya adalah tufa dasitan berwarna kelabu, yang dicirikan oleh kuarsa berukuran 0,5 – 1 cm, pada umumnya berlapis dan sebagian pejal, mengandung sisipan-sisipan tufa hijau, tufa gampingan, batugamping dan batupasir tufaan secara setempat bersisipan breksi dan lava. Sebagian lava berkomposisi dasit dan sebagian lagi berkomposisi andesit. Berdasarkan kandungan fosilnya yang ditemukan pada sisipan batugamping menunjukkan umur Miosen Tengah (Nana Ratman dan Aswan Yasin, 1978). Satuan ini secara setempat diterobos oleh batuan dasit yang menghasilkan urat-urat kuarsa setebal 1 – 20 cm, sebagian terkersikan dan pemineralan, lapisan-lapisan oksida besi banyak dijumpai pada batuan yang mengalami pengersikkan.
Batugamping berlapis (Tml), sebarannya terdapat di sekitar selatan dan timur Kota Bima, bagian baratlaut dan selatan daerah penyelidikan yaitu di sekitar Bukit Doro Saja dan sebelah baratlaut Teluk Woworada. Penyusun utama satuan batuan ini adalah batugamping berlapis berwarna kelabu, pejal mengandung sisipan-sisipan batugamping tufaan, batupasir kuarsa, tufa dan konglomerat terdapat di bagian bawah komponennya terdiri dari andesit terpropilitkan dan rijang merah. Batuan ini mengandung foramifera, koral dan moluska serta fosil-fosil lainnya yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Darwin Kadar, 1974). Satuan ini ditutupi secara selaras oleh batugampimg tufaan (Tmpl), dan dialasi secara tak selaras oleh batuan gunungapi (Tlmv), mendatar beralih menjadi piroklastik kasar (Tmv) dan piroklastik halus (Tmdt). Urat-urat kuarsa dengan galena setempat-setempat terdapat dalam satuan batuan ini.
Hasil gunung api tua (Qtv), satuan batuan ini penyebarannya meliputi bagian Utara daerah penyelidikan yang membentuk kerucut seperti Dora Dendan, Doro Lembuwu dan Doro Pukah yang terdapat di bagian barat Teluk Bima, sedangkan di bagian timurnya meliputi Doro Maria dan Doro Kuta. Penyusun satuan batuan ini terdiri dari perselingan breksi, lava dan tufa yang berkomposisi andesit dan basalt. Di daerah puncak Doro Lembuwu dan Doro Maria terdapat dinding kaldera dan dinding kawah lama.
Batugamping koral (Ql), sebarannya meliputi sepanjang pantai bagian utara daerah penyelidikan yang terdiri dari batugamping koral, sebagian kompak dan sebagian bersifat breksi, bagian bawah mengandung konglomerat, batupasir yang tidak begitu kompak dan lapisan pasir tipis magnetik. Komponen konglomerat terdiri dari andesit, andesit piroksin dan andesit berongga, sedangkan matriksnya berupa pasir.
Aluvium dan endapan pantai (Qa), sebarannya meliputi bagian Teluk Bima yang cukup luas. Penyusunnya terdiri dari lumpur, pasir lepas, kerikil hingga bongkah yang diendapkan di sepanjang pantai, sungai dan delta.
Untuk memudahkan interpretasi geokimia, peta geologi daerah penyelidikan telah disederhanakan sesuai dengan jenis dan umur batuannya (Gambar 4). Adapun pengelompok-an batuan tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Peta Geologi yang disederhanakan
Aluvial, endapan pantai dan koral (Al) berumur Holosen
Endapan gunungapi Tua, Formasi Lekopiko dan batugamping hablur (Qv) berumur Kuarter
Batuan gunungapi Tersier (Tv), berumur Tersier
Batuan sedimen Tersier (St), berumur Tersier
Batuan terobosan (Ti), terdiri dari sienit, tonalit, dasit dan andesit.
3.1.3. Struktur Geologi
Daerah penyelidikan termasuk dalam Busur Dalam Kepulauan Gunungapi Banda. Gunungapi yang masih aktif adalah G. Sangeang di P. Sangeang, dan Wai Sano di P. Flores. Batuan gunungapi yang berumur antara Tersier dan Kuarter di P. Sumbawa menempati jalur bagian selatan. Sedangkan di daerah timur mulai dari P. Komodo sampai P. Flores menempati jalur bagian utara. Struktur geologi yang terdapat di P. Sumbawa terdiri beberapa sesar normal dan kelurusan yang umumnya berarah timurlaut – baratdaya dan baratlaut – tenggara. Struktur tersebut umumnya terdapat pada batuan gunungapi dan sedimen Tersier. Kemungkinan struktur geologi di daerah penyelidikan berhubungan erat dengan struktur regional dan pembentukan batuan beku dalam pada kala Miosen Muda.
Di beberapa tempat sekitar batuan terobosan, batuan sampingnya mengalami ubahan seperti propilitisasi dan pengersikkan yang kuat serta dipotong oleh urat-urat kuarsa. Struktur geologi tersebut erat kaitannya dengan keterdapatan pemineralan di daerah ini.
4. HASIL PENYELIDIKAN GEOKIMIA
4.1. Data Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan secara regional dan hasil para penyelidik terdahulu, pada beberapa daerah tertentu batuan–batuan di daerah penyelidikan ini telah mengalami ubahan dan beberapa diantaranya memperlihatkan pemineralan.
Ubahan yang umum dijumpai diantaranya silika – lempung ± pirit, silka – lempung – chlorit ± pirit, pengersikkan dan epidotisasi.
Di bagian tengah S. Nanggakanda di Kec. Wera terdapat singkapan batuan yang telah mengalami ubahan lempung – silika dan klorit yang banyak mengandung pirit secara tersebar (R. 1509), menurut penyelidik terdahulu di daerah tersebut terdapat pemineralan emas yang dihasilkan dari larutan epitermal di sepanjang S. Sape beserta anak-anak sungainya banyak dijumpai ubahan silika – lempung kadang-kadang epidot dan pengoksidasian yang kuat sekali terutama sepanjang jalan yang menghubungkan Sape dengan daerah Wawo. Di perbukitan dan anak-anak sungai yang terdapat di sekitar Buncu banyak dijumpai batuguling yang berukuran > 1m berupa hasil endapan sinter (R 1529) begitu juga di sekitar S. Rondomasa, di sebelah utara Sape batuguling berupa batuan terkersikan yang sangat kuat dan Terbreksikan (R 1558 A, 224 ppb Au) dan gossan (R 1558 B, 32 ppb Au). Di S. Sorimila di seberang Kpg Sori ditemukan batuguling berupa urat kwarsa (R 1535,2964 ppb Au). Batuguling lainnya berupa urat kuarsa kalsedonik ditemukan di S. Kombo (R 1538, 8 ppb Au). Singkapan yang baik dari ubahan tersebut bisa dilihat diantara Kpg Boke dan Sari, batuan terubah tersebut telah dipotong urat-urat kuarsa dengan arah yang tidak beraturan dan ketebalan bervariasi dari beberapa mm hingga beberapa cm. Menurut para penyelidik terdahulu di daerah tersebut telah ditemukan adanya pemineralan emas, perak, arsen dan tembaga. Begitu juga di sekitar S. Lampe beserta anak-anak sungainya banyak ditemukan batuguling baik berupa urat kuarsa maupun batuan lainnya yang telah mengalami pengersikan dan pengoksidasian yang kuat seperti yang banyak dijumpai di sekitar Sori Nae (R 1540 A dan 1540 B) dan bagian hilir S. Lampe (R 1544, 17,560 ppm Au). Menurut para penyelidik terdahulu, di daerah Sori – Pesa di daerah tersebut telah terjadi pemineralan emas dengan logam dasar bersulfida rendah.
Ubahan silika – lempung ± pirit dengan oksidasi besi yang kuat sekali dijumpai di sepanjang S. Sumi, bendungan Sumi, S. Enca (F1635, 1 ppb Au). Kemudian di S. Campa pada batuan dasar berupa tufa dasitis teroksidasi kuat sekali dan pada beberapa tempat tertentu dipotong oleh beberapa urat kuarsa tipis dengan tebal 2 hingga 3 cm dengan pola yang tidak beraturan. Batuan yang sama di temukan di sekitar Dam Sumi (R 1823 , 7 ppb Au dan R 1824, 37 ppb Au foto 9) sedangkan batugulingnya berupa urat-urat kwasa dan batuan yang telah mengalami pengersikkan yang kuat terdapat di anak S. Sumi bagian hilir (R 1560 A dan 1560 B) dan di bagian hulu S. Sumi (R 1563) Ubahan di daerah tersebut menerus hingga ke arah Teluk Waworada di sekitar Desa Laju. Di seberang Teluk Waworada (R 1713), S. Kerampi (R 1721).
Di bagian hulu S. Pela terutama di daerah Parado dan Kuta, batuguling yang termineralisasi banyak dijumpai di daerah tersebut yaitu di S.Tanawu (1598), S. Lere (R 1801), S.Daha (R 1736). Di daerah–daerah tersebut menurut penyelidik terdahulu diasumsikan sebagai daerah pemineralan emas dan mangan. Singkapan urat kuarsa dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 1 m ditemukan di daerah Baku wilayah Kecamatan Lambu di tepi pantai selatan Samudera Hindia, Singkapan tersebut berupa tebing yang sangat terjal akibat terabrasi gelombang laut sehingga susah sekali diukur kedudukannya, karena daerah penguratan tersebut disamping telah mengalami penghancuran akibat abrasi air laut juga telah mengalami breksiasi. Tapi dari hasil perkiraan zona pengaruh dan ubahan urat tersebut lebarnya diperkirakan lebih dari 100 m dengan ubahan berupa lempung – silika – klorit - pirit.), berbau belerang ( foto 10 dan 11) dan batu gulingnya berserakan di sepanjang pantai ( foto 12 dan 13) yang diantaranya berdiameter > 1m. Sedangkan di bagian Kecamatan Nangapada tepatnya di bagian Sungai Campa ketebalan urat berkisar hanya 20 – 30 cm (N320º/20º), bertekstur pejal, agak mengalami retakan mengandung sedikit pirit ± kalkopiri, klorit dan telah teroksidasi (R1602B, 2 ppb Au). Beberapa conto batuan runtuhan telah diambil berupa urat kuarsa kalsedonik yang diantaranya telah mengalami breksiasi. Selain kuarsa kalsedon, dijumpai urat-urat kuarsa dengan tekstur gula (berkristal halus) dan memperlihatkan struktur vuggy (mungkin bekas lubang gas) (R 1583 A, 6 ppb Au dan 1583 B, 12 ppb Au). Batu guling urat kuarsa berkristal kasar dijumpai di daerah S. Campa (F 1602) bagian agak ke hulu dan di bagian selatan di sekitar kampung Nangadoro, wilayah kecamatan Hu’u (F 1729, F 1732, 4 ppb Au). Pada umumnya berasosiasi dengan float batuan yang mengalami ubahan argilik lanjut (masih terlihat komponen bertekstur vuggy)-jenis HS ? Di S. Kawu, bagian hulu S. Lante ditemukan beberapa urat kuarsa dengan ketebalan bervariasi dari 2 hingga 7 m hampir barat – timur dengan kemiringan ke arah selatan antara 60° - 80° memotong tufa hijau. Urat tersebut mengandung malakit dan kalkopirit disamping pirit secara tersebar.
Berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya dinyatakan bahwa di daerah sekitar Lante tersebut merupakan daerah pemineralan tembaga, timbal, seng, mangan, emas, perak dan antimoni.
4.2. Penyajian/penafsiran data geokimia
Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan
Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan :
1. Peta lokasi conto
2. Pemetaan geokimia distribusi unsur tunggal
3. Pemetaan geokimia multivariable
4. Pembahasan
4.2.1. Peta lokasi conto.
Lokasi conto diplot pada peta aliran sungai sekala 1 : 250.000 sebagai arsip. Peta pola aliran tersebut kemudian di scan sehingga diperoleh peta pola aliran sungai dijital, dengan koordinat-koordinat geografis batas peta sebagai titik-titik kontrol. Selanjutnya posisi lokasi contoh diplot pada peta dijital tersebut, sehingga diperoleh koordinat- koordinat lokasi conto (Gbr 5)
Gambar 5. Peta Lokasi Pengambilan Conto Endapan Sungai Aktif, Daerah Bima, NTB
4.2.2. Pemetaan geokimia unsur tunggal
Pemetaan geokimia unsur tunggal dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik distribusi statistik unsur-unsur yang ditentukan. Histogram dan kurva probabiliti kumulatif ( cumulative probility plots -Gambar 5), nilai skwenes dan perbandingan harga median terhadap harga rata-rata aritmetik dapat disimpulkan secara umum bahwa unsur-unsur runut yang ditentukan berpopulasi tunggal dan berdistribusi log normal.
Konsentrasi unsur dinyatakan dalam satuan ppm, kecuali untuk unsur Au dalam Ppb. Pembagian kelas interval (Tabel 7) dilakukan dengan metoda inverse distance weighting dari data asli yang sebelumnya dibagi dalam 16 rumpang hal ini dilakukan karena penyelidikan ini masih bersifat regional, sehingga sekecil apapun perbedaan data hasil analisis kimia akan terreka oleh masing-masing rumpang tadi,dan akan menghasilkan interpretasi berbeda satu sama lainnya.
4.2.3. Analisis Kelompok Unsur (Multi Variabel)
Selain dengan cara pendekatan statistik satu variabel, penafsiran data dilakukan pula dengan statistik secara kelompok unsur (multivariabel). Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar unsur, sehingga dapat membantu dan
memudahkan penafsiran sebaran unsur- unsur tersebut dan memperkirakan jenis pemineralan di daerah yang diselidiki.
Seperti halnya dalam analisis satu variabel, analisis multivariabel ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Analisis multivariat yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Korelasi
2. Analisis “Cluster”
3. Analisis Faktor
Berdasarkan hasil analisis multivariat tersebut diatas disimpulkan bahwa didaerah penyelidikan ini teredapat empat kelompok ciri geokimia yaitu:
Pb – Zn – Co – Mn – Fe; yang mencerminkan hasil pelapukan gunungapi Kuarter dan pengikatan oksida Fe dan Mn, Co – Fe – Ni – Cr; yang juga mencirikan batuan gunungapai berkomposisi menengah hingga basaltis;
Li – As – Au dan tipe pemineralan epiotermal, dan Cu – Mo dari pemineralan Cu tipe porfiri. Adapun hasil pemetaan kekerabatan unsur – unsur tersebut ditampilkan dalam gambar 6, 7, 8 dan 9. Sedangkan daerah target untuk eksplorasi tindak lanjut digambarkan dalam gambar 10.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pengamatan di lapangan, analisis data dan pembahasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyelidikan geokimia di daerah ini dapat memberikan kontribusi kegiatan eksplorasi dengan didapatnya mandala geokimia Cu dan Au, yang telah ditindak lanjuti oleh berbagai pihak suasta seperti halnya gugus-gugus pemineralan Lampe, Sape, Lante dan Sape. Selain gugus-gugus pemineralan tersebut telah terlokalisir juga gugus-gugus pemineralan lainnya, yang direkomendasikan untuk ditindak lanjuti, yaitu Teluk Cempi, Huu di Kabupaten Dompu hingga Lere di Kabupaten Bima dan wilayah Kilo – Kore. Gugus pemineralan Hu’u kemungkinan tipe pemineralan profiri Cu dan Woworada yang diperkirakan terjadi overprinting dari tipe pemineralan epitermal.
Untuk kepentingan eksplorasi mineral logam, maka dari pengamatan geologi dan morfologi dapat disimpulkan bahwa daerah-daerah yang pemineralan emasnya sudah tererosi meliputi bagian utara dan tengah daerah penyelidikan.
Daerah Tanjung Baku dan daerah pesisir Teluk Cempi, Huu, Lere hinga pesisir Woworada memperlihatkan anomali geokimia Au, dan Cu-Mo perlu untuk ditindak lanjuti. Sebagai tahap awal perlu dilakukan pemetaan geologi secara rinci dan penyelidikan geokimia sedimen sungai dengan sekala 1 : 50.000, serta pencontoan batuan. Sedangkan untuk keperluan lainnya, baik pertanian ataupun lingkungan, informasi peta geokimia ini perlu disosialisasikan kepada instansi ataupun lembaga terkait.
Nusa Tenggara Barat
Oleh :
Agus Gunirwa dan Sumartono
Subdit. Mineral Logam
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kegiatan penyelidikan geokimia regional bersistem Tahun Anggaran 2003 merupakan satu diantara kegiatan Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral Indonesia, dilakukan di 2 (dua) wilayah lembar peta, yaitu Lembar Bima dan Lembar Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Peta dasar yang digunakan dalam eksplorasi geokimia regional ini adalah peta pola aliran sungai skala 1:100.000. Peta ini merupakan hasil penggambaran ulang (pengecilan) dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 (Bakosurtanal),
kemudian discan/didijitasi guna menghasilkan peta dasar dijital sebagai bahan pembuatan atlas geokimia elektronis.
Untuk orientasi di lapangan digunakan juga peta topografi skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal). Lokasi conto sedimen sungai
diplot pada peta pola aliran sungai sekala 1:250.000
1.2. Maksud dan Tujuan
Penyelidikan Pemetaan Geokimia Regional Sitematik dilakukan dengan pemercontoan sedimen sungai berukuran –80 mesh, merupakan jenis pemetaan untuk mendapatkan gambaran sebaran unsur kimia di permukaan bumi. Kelainan gambaran sebaran unsur atau anomali, diharapkan dapat ditafsirkan sebagai keterkaitan unsur tertentu dengan kondisi geologi atau pemineralan tertentu di suatu daerah. Berdasarkan pemetaan geokimia ini akan diterbitkan Peta Geokimia Regional bersekala 1: 250.000.
Informasi peta geokimia dapat dijadikan sebagai acuan eksplorasi mineral, dan keperluan-keperluan lainnya seperti untuk mengetahui kondisi tanah yang terdapat di daerah itu, sehingga dapat dijadikan informasi usaha pertanian, perkebunan atau usaha lain yang bertalian dengan penggunaan lahan, kesehatan masyarakat maupun dapat digunakan sebagai salah satu acuan tata ruang pembangunan daerah.
1.3. Lokasi Penyelidikan
Daerah yang diselidiki termasuk wilayah Kabupaten Bima, dan sebagian Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas koordinat 118° 15' 00" s.d. 119° 10' 27" Bujur Timur dan 8° 15' 00" s.d. 8° 51' 16" Lintang Selatan, mencapai luas daerah sekitar 4200 km2. (Gambar 1).
2. GEOLOGI DAN PENYELIDIK TERDAHULU
Beberapa penyelidik terdahulu telah melakukan kegiatan di daerah ini.
Hasil penyelidikan dan pemetaan terdahuku telah memberikan pemahaman yang berguna tentang keadaan geologi di daerah Bima.
2.1 Stratigrafi
Batuan yang melandasi P. Sumbawa tersebut terdiri dari lava andesit – basalt, tuff, breksi dan batuan sedimen yang bersifat gampingan. Secara tidak selaras kemudian batuan-batuan tersebut ditutupi oleh batuan gunungapi dasit dan sedimen (Miosen Tengah sampai Pliosen Awal). Batuan–batuan tersebut secara setempat diterobos oleh batuan tonalit, dasit, diorit, andesit dan trakit.
Di bagian utara P. Sumbawa, daerah tersebut didominasi oleh batuan hasil kegitan gunungapi yang masih aktif, seperti G. Tambora dan G. Sangeang. Endapan aluvial pada umumnya diendapkan di bagian pantai utara dan daerah pesisir barat Huu.
Gambar 1. Peta Daerah Penyelidikan
2.2 Struktur Geologi
Secara tektonik, terbentuknya P. Sumbawa erat kaitannya dengan penunjaman Lempeng Hindia yang berarah utara–timurlaut di bawah daratan Sunda yang mulai menyebar dari P. Sumatra dan P. Jawa menerus ke arah timur membentuk busur kepulauan Busur Banda terbentuk pada masa Kenozoikum, yang dilandasi oleh batuan gunungapi kalk alkalin dari busur dalam Banda yang masih aktif hingga sekarang. Busur tersebut sebagian besar terbentuk akibat penunjaman kerak Samudera Hindia ke arah utara. Sampai karang bentuk dari busur kepulauan tersebut masih mengalami perubahan bentuk karena masih adanya pergerakan Benua Australia ke utara (Audley – Charles, dkk., 1975; Crostella dan Powel, 1976) dengan zona penunjaman condong ke utara yang menumbuk busur pulauan tersebut meliputi pula P. Flores bagian barat, Sumbawa Timur dan Kepulauan Alor. (Gambar 2).
2.3 Mineralisasi
Petunjuk adanya pemineralan sebelumnya telah didapat dari beberapa penyelidik terdahulu yang pernah mengadakan penyelidikan di daerah Bima dan sekitarnya. Jenis pemineralan penguratan kuarsa mengandung Au ± logam dasar Beberapa daerah yang menunjukan adanya mineralisasi digambarkan dalam gambar 3
3. HASIL PENYELIDIKAN
3.1 Geologi Daerah Penyelidikan
3.1.1. Morfologi
Pada umumnya daerah penyelidikan merupakan daerah yang bertopografi berbukit berbentuk kerucut, perbukitan begelombang, dan dataran rendah serta ditutupi oleh batuan gunungapi, batuan terobosan, batuan sedimen Tersier dan endapan aluvial.
3.1.2. Stratigrafi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Sumbawa dan Bima sekala 1 : 250.000 (Ratman, N. dan A. Yasin, 1978) dalam Peta Geologi Lembar Komodo dan Peta Geologi Tinjau Sumbawa, NTB, sekala 1 : 250.000, A. Sudradjat, 1975) stratigrafi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi sembilan satuan batuan yang berumur antara Miosen Awal hingga Resen.
Adapun urutan stratigrafi batuan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
Batuan gunungapi Tua (Tlmv), penyebarannya meliputi bagian selatan daerah penyelidikan, merupakan daerah pegunungan terjal yang mengitari Teluk Bima di bagian selatan seperti Doro Derusi Doro Parewa, Doro Sando dan
Gambar 2. Kedudukan Tektonik Nusa Tenggara
Gambar 3. Peta Gugus Pemineralan
Doro Dongomaro. Penyusun utama batuan Gunungapi tua in iadalah lava danbreksi berkomposisi andesit dan basal,mengandung sisipan tufa bersifat andesit dan batugamping hubem, umumnya berwarna kelabu kehitaman, hijau dan ungu padasisipan tufanya, lava berstruktur bantal dan bersisipan rijang merah. Breksi pada umumnya telah terubaholeh propilitisasi dan terkersikan dan mengami pemineralan, mengandung urat-urat kuarsa dan kalsit. Umur batuan ini diperkirakan Miosen Awal (Darwin Kadar, 1974).
Batuan gunungapi (Tmv), sebarannya pada umumnya menempati daerah di sekitar selatan dan timur Teluk Bima yaitu di sekitar Tente dan Doro Ngali. Batuan utama yang menyusun satuan ini adalah lava dan breksi yang berkomposisi dasit yang umumnya berwarna kelabu tua, pejal, dicirikan oleh komponen kuarsa berukuran 0,5 – 20 cm, mengandung sisipan-sisipan tufa gampingan.
Di beberapa tempat telah terkersikkan. Secara stratigrafi kedudukannya sama dengan batugamping berlapis.
Tufa dasitan (Tmdt), sebarannya meliputi daerah di sekitar baratdaya daerah penyelidikan dan sebelah selatan Bima dan Waworada. Batuan penyusunnya adalah tufa dasitan berwarna kelabu, yang dicirikan oleh kuarsa berukuran 0,5 – 1 cm, pada umumnya berlapis dan sebagian pejal, mengandung sisipan-sisipan tufa hijau, tufa gampingan, batugamping dan batupasir tufaan secara setempat bersisipan breksi dan lava. Sebagian lava berkomposisi dasit dan sebagian lagi berkomposisi andesit. Berdasarkan kandungan fosilnya yang ditemukan pada sisipan batugamping menunjukkan umur Miosen Tengah (Nana Ratman dan Aswan Yasin, 1978). Satuan ini secara setempat diterobos oleh batuan dasit yang menghasilkan urat-urat kuarsa setebal 1 – 20 cm, sebagian terkersikan dan pemineralan, lapisan-lapisan oksida besi banyak dijumpai pada batuan yang mengalami pengersikkan.
Batugamping berlapis (Tml), sebarannya terdapat di sekitar selatan dan timur Kota Bima, bagian baratlaut dan selatan daerah penyelidikan yaitu di sekitar Bukit Doro Saja dan sebelah baratlaut Teluk Woworada. Penyusun utama satuan batuan ini adalah batugamping berlapis berwarna kelabu, pejal mengandung sisipan-sisipan batugamping tufaan, batupasir kuarsa, tufa dan konglomerat terdapat di bagian bawah komponennya terdiri dari andesit terpropilitkan dan rijang merah. Batuan ini mengandung foramifera, koral dan moluska serta fosil-fosil lainnya yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Darwin Kadar, 1974). Satuan ini ditutupi secara selaras oleh batugampimg tufaan (Tmpl), dan dialasi secara tak selaras oleh batuan gunungapi (Tlmv), mendatar beralih menjadi piroklastik kasar (Tmv) dan piroklastik halus (Tmdt). Urat-urat kuarsa dengan galena setempat-setempat terdapat dalam satuan batuan ini.
Hasil gunung api tua (Qtv), satuan batuan ini penyebarannya meliputi bagian Utara daerah penyelidikan yang membentuk kerucut seperti Dora Dendan, Doro Lembuwu dan Doro Pukah yang terdapat di bagian barat Teluk Bima, sedangkan di bagian timurnya meliputi Doro Maria dan Doro Kuta. Penyusun satuan batuan ini terdiri dari perselingan breksi, lava dan tufa yang berkomposisi andesit dan basalt. Di daerah puncak Doro Lembuwu dan Doro Maria terdapat dinding kaldera dan dinding kawah lama.
Batugamping koral (Ql), sebarannya meliputi sepanjang pantai bagian utara daerah penyelidikan yang terdiri dari batugamping koral, sebagian kompak dan sebagian bersifat breksi, bagian bawah mengandung konglomerat, batupasir yang tidak begitu kompak dan lapisan pasir tipis magnetik. Komponen konglomerat terdiri dari andesit, andesit piroksin dan andesit berongga, sedangkan matriksnya berupa pasir.
Aluvium dan endapan pantai (Qa), sebarannya meliputi bagian Teluk Bima yang cukup luas. Penyusunnya terdiri dari lumpur, pasir lepas, kerikil hingga bongkah yang diendapkan di sepanjang pantai, sungai dan delta.
Untuk memudahkan interpretasi geokimia, peta geologi daerah penyelidikan telah disederhanakan sesuai dengan jenis dan umur batuannya (Gambar 4). Adapun pengelompok-an batuan tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Peta Geologi yang disederhanakan
Aluvial, endapan pantai dan koral (Al) berumur Holosen
Endapan gunungapi Tua, Formasi Lekopiko dan batugamping hablur (Qv) berumur Kuarter
Batuan gunungapi Tersier (Tv), berumur Tersier
Batuan sedimen Tersier (St), berumur Tersier
Batuan terobosan (Ti), terdiri dari sienit, tonalit, dasit dan andesit.
3.1.3. Struktur Geologi
Daerah penyelidikan termasuk dalam Busur Dalam Kepulauan Gunungapi Banda. Gunungapi yang masih aktif adalah G. Sangeang di P. Sangeang, dan Wai Sano di P. Flores. Batuan gunungapi yang berumur antara Tersier dan Kuarter di P. Sumbawa menempati jalur bagian selatan. Sedangkan di daerah timur mulai dari P. Komodo sampai P. Flores menempati jalur bagian utara. Struktur geologi yang terdapat di P. Sumbawa terdiri beberapa sesar normal dan kelurusan yang umumnya berarah timurlaut – baratdaya dan baratlaut – tenggara. Struktur tersebut umumnya terdapat pada batuan gunungapi dan sedimen Tersier. Kemungkinan struktur geologi di daerah penyelidikan berhubungan erat dengan struktur regional dan pembentukan batuan beku dalam pada kala Miosen Muda.
Di beberapa tempat sekitar batuan terobosan, batuan sampingnya mengalami ubahan seperti propilitisasi dan pengersikkan yang kuat serta dipotong oleh urat-urat kuarsa. Struktur geologi tersebut erat kaitannya dengan keterdapatan pemineralan di daerah ini.
4. HASIL PENYELIDIKAN GEOKIMIA
4.1. Data Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan secara regional dan hasil para penyelidik terdahulu, pada beberapa daerah tertentu batuan–batuan di daerah penyelidikan ini telah mengalami ubahan dan beberapa diantaranya memperlihatkan pemineralan.
Ubahan yang umum dijumpai diantaranya silika – lempung ± pirit, silka – lempung – chlorit ± pirit, pengersikkan dan epidotisasi.
Di bagian tengah S. Nanggakanda di Kec. Wera terdapat singkapan batuan yang telah mengalami ubahan lempung – silika dan klorit yang banyak mengandung pirit secara tersebar (R. 1509), menurut penyelidik terdahulu di daerah tersebut terdapat pemineralan emas yang dihasilkan dari larutan epitermal di sepanjang S. Sape beserta anak-anak sungainya banyak dijumpai ubahan silika – lempung kadang-kadang epidot dan pengoksidasian yang kuat sekali terutama sepanjang jalan yang menghubungkan Sape dengan daerah Wawo. Di perbukitan dan anak-anak sungai yang terdapat di sekitar Buncu banyak dijumpai batuguling yang berukuran > 1m berupa hasil endapan sinter (R 1529) begitu juga di sekitar S. Rondomasa, di sebelah utara Sape batuguling berupa batuan terkersikan yang sangat kuat dan Terbreksikan (R 1558 A, 224 ppb Au) dan gossan (R 1558 B, 32 ppb Au). Di S. Sorimila di seberang Kpg Sori ditemukan batuguling berupa urat kwarsa (R 1535,2964 ppb Au). Batuguling lainnya berupa urat kuarsa kalsedonik ditemukan di S. Kombo (R 1538, 8 ppb Au). Singkapan yang baik dari ubahan tersebut bisa dilihat diantara Kpg Boke dan Sari, batuan terubah tersebut telah dipotong urat-urat kuarsa dengan arah yang tidak beraturan dan ketebalan bervariasi dari beberapa mm hingga beberapa cm. Menurut para penyelidik terdahulu di daerah tersebut telah ditemukan adanya pemineralan emas, perak, arsen dan tembaga. Begitu juga di sekitar S. Lampe beserta anak-anak sungainya banyak ditemukan batuguling baik berupa urat kuarsa maupun batuan lainnya yang telah mengalami pengersikan dan pengoksidasian yang kuat seperti yang banyak dijumpai di sekitar Sori Nae (R 1540 A dan 1540 B) dan bagian hilir S. Lampe (R 1544, 17,560 ppm Au). Menurut para penyelidik terdahulu, di daerah Sori – Pesa di daerah tersebut telah terjadi pemineralan emas dengan logam dasar bersulfida rendah.
Ubahan silika – lempung ± pirit dengan oksidasi besi yang kuat sekali dijumpai di sepanjang S. Sumi, bendungan Sumi, S. Enca (F1635, 1 ppb Au). Kemudian di S. Campa pada batuan dasar berupa tufa dasitis teroksidasi kuat sekali dan pada beberapa tempat tertentu dipotong oleh beberapa urat kuarsa tipis dengan tebal 2 hingga 3 cm dengan pola yang tidak beraturan. Batuan yang sama di temukan di sekitar Dam Sumi (R 1823 , 7 ppb Au dan R 1824, 37 ppb Au foto 9) sedangkan batugulingnya berupa urat-urat kwasa dan batuan yang telah mengalami pengersikkan yang kuat terdapat di anak S. Sumi bagian hilir (R 1560 A dan 1560 B) dan di bagian hulu S. Sumi (R 1563) Ubahan di daerah tersebut menerus hingga ke arah Teluk Waworada di sekitar Desa Laju. Di seberang Teluk Waworada (R 1713), S. Kerampi (R 1721).
Di bagian hulu S. Pela terutama di daerah Parado dan Kuta, batuguling yang termineralisasi banyak dijumpai di daerah tersebut yaitu di S.Tanawu (1598), S. Lere (R 1801), S.Daha (R 1736). Di daerah–daerah tersebut menurut penyelidik terdahulu diasumsikan sebagai daerah pemineralan emas dan mangan. Singkapan urat kuarsa dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 1 m ditemukan di daerah Baku wilayah Kecamatan Lambu di tepi pantai selatan Samudera Hindia, Singkapan tersebut berupa tebing yang sangat terjal akibat terabrasi gelombang laut sehingga susah sekali diukur kedudukannya, karena daerah penguratan tersebut disamping telah mengalami penghancuran akibat abrasi air laut juga telah mengalami breksiasi. Tapi dari hasil perkiraan zona pengaruh dan ubahan urat tersebut lebarnya diperkirakan lebih dari 100 m dengan ubahan berupa lempung – silika – klorit - pirit.), berbau belerang ( foto 10 dan 11) dan batu gulingnya berserakan di sepanjang pantai ( foto 12 dan 13) yang diantaranya berdiameter > 1m. Sedangkan di bagian Kecamatan Nangapada tepatnya di bagian Sungai Campa ketebalan urat berkisar hanya 20 – 30 cm (N320º/20º), bertekstur pejal, agak mengalami retakan mengandung sedikit pirit ± kalkopiri, klorit dan telah teroksidasi (R1602B, 2 ppb Au). Beberapa conto batuan runtuhan telah diambil berupa urat kuarsa kalsedonik yang diantaranya telah mengalami breksiasi. Selain kuarsa kalsedon, dijumpai urat-urat kuarsa dengan tekstur gula (berkristal halus) dan memperlihatkan struktur vuggy (mungkin bekas lubang gas) (R 1583 A, 6 ppb Au dan 1583 B, 12 ppb Au). Batu guling urat kuarsa berkristal kasar dijumpai di daerah S. Campa (F 1602) bagian agak ke hulu dan di bagian selatan di sekitar kampung Nangadoro, wilayah kecamatan Hu’u (F 1729, F 1732, 4 ppb Au). Pada umumnya berasosiasi dengan float batuan yang mengalami ubahan argilik lanjut (masih terlihat komponen bertekstur vuggy)-jenis HS ? Di S. Kawu, bagian hulu S. Lante ditemukan beberapa urat kuarsa dengan ketebalan bervariasi dari 2 hingga 7 m hampir barat – timur dengan kemiringan ke arah selatan antara 60° - 80° memotong tufa hijau. Urat tersebut mengandung malakit dan kalkopirit disamping pirit secara tersebar.
Berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya dinyatakan bahwa di daerah sekitar Lante tersebut merupakan daerah pemineralan tembaga, timbal, seng, mangan, emas, perak dan antimoni.
4.2. Penyajian/penafsiran data geokimia
Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan
Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan :
1. Peta lokasi conto
2. Pemetaan geokimia distribusi unsur tunggal
3. Pemetaan geokimia multivariable
4. Pembahasan
4.2.1. Peta lokasi conto.
Lokasi conto diplot pada peta aliran sungai sekala 1 : 250.000 sebagai arsip. Peta pola aliran tersebut kemudian di scan sehingga diperoleh peta pola aliran sungai dijital, dengan koordinat-koordinat geografis batas peta sebagai titik-titik kontrol. Selanjutnya posisi lokasi contoh diplot pada peta dijital tersebut, sehingga diperoleh koordinat- koordinat lokasi conto (Gbr 5)
Gambar 5. Peta Lokasi Pengambilan Conto Endapan Sungai Aktif, Daerah Bima, NTB
4.2.2. Pemetaan geokimia unsur tunggal
Pemetaan geokimia unsur tunggal dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik distribusi statistik unsur-unsur yang ditentukan. Histogram dan kurva probabiliti kumulatif ( cumulative probility plots -Gambar 5), nilai skwenes dan perbandingan harga median terhadap harga rata-rata aritmetik dapat disimpulkan secara umum bahwa unsur-unsur runut yang ditentukan berpopulasi tunggal dan berdistribusi log normal.
Konsentrasi unsur dinyatakan dalam satuan ppm, kecuali untuk unsur Au dalam Ppb. Pembagian kelas interval (Tabel 7) dilakukan dengan metoda inverse distance weighting dari data asli yang sebelumnya dibagi dalam 16 rumpang hal ini dilakukan karena penyelidikan ini masih bersifat regional, sehingga sekecil apapun perbedaan data hasil analisis kimia akan terreka oleh masing-masing rumpang tadi,dan akan menghasilkan interpretasi berbeda satu sama lainnya.
4.2.3. Analisis Kelompok Unsur (Multi Variabel)
Selain dengan cara pendekatan statistik satu variabel, penafsiran data dilakukan pula dengan statistik secara kelompok unsur (multivariabel). Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar unsur, sehingga dapat membantu dan
memudahkan penafsiran sebaran unsur- unsur tersebut dan memperkirakan jenis pemineralan di daerah yang diselidiki.
Seperti halnya dalam analisis satu variabel, analisis multivariabel ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Analisis multivariat yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Korelasi
2. Analisis “Cluster”
3. Analisis Faktor
Berdasarkan hasil analisis multivariat tersebut diatas disimpulkan bahwa didaerah penyelidikan ini teredapat empat kelompok ciri geokimia yaitu:
Pb – Zn – Co – Mn – Fe; yang mencerminkan hasil pelapukan gunungapi Kuarter dan pengikatan oksida Fe dan Mn, Co – Fe – Ni – Cr; yang juga mencirikan batuan gunungapai berkomposisi menengah hingga basaltis;
Li – As – Au dan tipe pemineralan epiotermal, dan Cu – Mo dari pemineralan Cu tipe porfiri. Adapun hasil pemetaan kekerabatan unsur – unsur tersebut ditampilkan dalam gambar 6, 7, 8 dan 9. Sedangkan daerah target untuk eksplorasi tindak lanjut digambarkan dalam gambar 10.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pengamatan di lapangan, analisis data dan pembahasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyelidikan geokimia di daerah ini dapat memberikan kontribusi kegiatan eksplorasi dengan didapatnya mandala geokimia Cu dan Au, yang telah ditindak lanjuti oleh berbagai pihak suasta seperti halnya gugus-gugus pemineralan Lampe, Sape, Lante dan Sape. Selain gugus-gugus pemineralan tersebut telah terlokalisir juga gugus-gugus pemineralan lainnya, yang direkomendasikan untuk ditindak lanjuti, yaitu Teluk Cempi, Huu di Kabupaten Dompu hingga Lere di Kabupaten Bima dan wilayah Kilo – Kore. Gugus pemineralan Hu’u kemungkinan tipe pemineralan profiri Cu dan Woworada yang diperkirakan terjadi overprinting dari tipe pemineralan epitermal.
Untuk kepentingan eksplorasi mineral logam, maka dari pengamatan geologi dan morfologi dapat disimpulkan bahwa daerah-daerah yang pemineralan emasnya sudah tererosi meliputi bagian utara dan tengah daerah penyelidikan.
Daerah Tanjung Baku dan daerah pesisir Teluk Cempi, Huu, Lere hinga pesisir Woworada memperlihatkan anomali geokimia Au, dan Cu-Mo perlu untuk ditindak lanjuti. Sebagai tahap awal perlu dilakukan pemetaan geologi secara rinci dan penyelidikan geokimia sedimen sungai dengan sekala 1 : 50.000, serta pencontoan batuan. Sedangkan untuk keperluan lainnya, baik pertanian ataupun lingkungan, informasi peta geokimia ini perlu disosialisasikan kepada instansi ataupun lembaga terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Bandi, B, dkk, 1996, Eksplorasi logam dasar, lopgam mulia, logam besi dan paduan besi di daerah Sape, Kabupaten Bima, P. Sumbawa, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung
Davis, A.E., & Hartati, R.D., 1991, Procedures Manual for The Anayisis Of Geochemical Samples for The Southern
Sumatra, Geological And Mineral Exploration Project, SSGMEP, Report Series No 6, Directorate Of Mineral Resources
Ghazali, S.A., Muchsin, A.M., 1996, Penyelidikan Geokimia Regional, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung, tidal dipublikasikan, laporan tahunan Geochemical Prospecting
Hawkes and Webb 1965, Geochemistry in Mineral Exploration Harper & Row, New York, Evanston and London and John Weatherhill, Inc, Tokyo
Howart.,R.J. 1983, Handbook of Exploration Geochemistry, Vol.2, Elsevier. Statistical and Data Analysis In Geochemical Prospecting
Kusumadinata, K, 1964, Cebakan pertambangan di Sumbawa dan Hematit di Wowo
Kristianto, Andrias, 2001, Laporan Penciutan Ke Tiga, PT. Sumbawa Timur Mining
Manurung, Y. dkk, 1996, Eksplorasi logam dasar, logam mulia, logam besi dan paduan besi di daerah Bima,Kabupaten Bima, P. Sumbawa
------------, 1997, Eksplorasi logam di daerah Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, Propinsi Nusatenggara Barat
Nana R dan Aswan Y, 1975, Pemetaan geologi pada daerah Lembar Komodo mencakup daerah Bima Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Bali, NTB, NTT & Tim-Tim, Online www.pemkabbima.go.id, 23 Agustus 2003
Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Bali, NTB, NTT & Tim-Tim Tahun Anggaran 1994/1995, Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian Pasir Besi di Kabupaten Bima dan Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat
PT. Sumbawa Timur Mining (199? ), Eksplorasi Geologi di Daerah Bima dan Sekitarnya
Sudradjat A., 1975, Penyelidikan geologi tinjau Daerah Sumbawa, 1:250.000
Sembiring, G. dkk., 1999 Peta Sebaran Unsur Bahan Galian Kabupaten Bima (Bagian Timur) pada skala 1 : 100.000
Gambar 6. Peta Sebaran factor 1 (Cu-Zn-Co-Mn-Fe)
Gambar 7. Peta Sebaran factor 2 (Co-Ni-Fe-Cr)
Gambar 8. Peta Sebaran factor 3 (Li-As-Au)
Gambar 9. Peta Sebaran factor 4 (Cu-Mo)
Gambar 10. Peta Gugusan Pemineralan Dan Daerah Target
SUMBER