Bismillah Al-rahman Al-rahim
Alkisah maka tersebutlah ceritera daripada setengah pendeta yang arif budiman akan menceriterakan daripada asal bangsa jin dan segala dewa-dewa. Maka sekarang ini hamba yang hina mengaturkan di dalamm hikayat ini supaya nyata ia kepada segala orang yang budiman dan pada segala raja-raja yang berbangsa daripada dewa-dewa dari karena yang dahulu-dahulu dijadikan Allah subhanahu wa taala di dalam dunia ini itulah bangsa jin dan dewa yang turun menjadi raja yang kebesaran dan menteri yang kenamaan pada antara segala manusia yang di bawah angin sampai pada sekarang ini.
Maka adapun daripada awal mulanya dijadikan Allah taala bapa jin bernama Jam Manjan seorang dirinya terdahulu ia daripada Nabi Adam ‘alayhi al-salam di dalam dunia ini seribu tahun lamanya lebih dahulu dijadikan Allah taala Jan Manjan itu, dijadikan Allah taala jin itu daripada hujung api yang tiada berasap. Maka Allah subhanahu wa taala menjadikan Nabi Adam itu daripada asal yang empat, yaitu api dan angin dan air dan tanah, sebab itulah maka segala manusia itu masing-masing dengan taabiatnya dan fiilnya dan lakunya dan untungnya, adalaah yang baik dan yang jahat, dan adalah yang taat dan yang maksiat, dan adalah yang bebal dan yang hikmat, dan adalah yang keras dan lembut, dan adalah yang kuasa dan yang daif dan adalah yang hina dan yang mulia dan adalah yang kafir dan yang Islam, dan adalah yang fasik dan munafik, dan adalah yang bida’ah dan yang taklid, dan adalah yang adil dan yang zalim, dan adalah yang kaya dan yang miskin, dan karena masing-masing nyatanya daripada asal tabiatnya anasir yang empat perkara menjadi berbagai-bagai perangainya dan kelakuannya pada segala manusia. Maka apabila Allah taala telah menjadikan tubuh manusia yang kasar dan yang tebal itu maka dianugerahkan Allah taala roh yang halus lagi suci daripada segala yang suci daripada cahaya yang amat cemerlang gilang-gemilang yang tiada diumpamakan dengan cahaya matahari dan bulan dan bintang dan api dan permata seperti firman Allah taala “Bahwasanya Allah taala menjadikan segala manusia itu maka apabila ia telah sempurnalah badannya maka ditiupkan ke dalamnya nyawa dan jadilah mereka itu mendengan dan melihat”.
Bermula adapun roh itu berdiri di dalam badan dan ia juga yang mustahik nama hayat, dengan dia juga tetap akal dan ialah yang berdiri mengambil hujat Allah, dan jikalau kiranya tiada akal kepada segala manusia itu maka tinggal sia-sia roh itu maka tiadalah yang halal dan haram dan tiada lagi jadi mendapat ilmu rahasia sesuatu, dan jikalau tiada berilmu ada akal padanya niscaya akal itulah yang mencari ilmu, dan jikalau ada ilmunya sekalipun jikalau tiada ada akalnya niscaya terbalik-baliklah pekerjaan yang tiada layak daripada hukum Allah taala dan syariat rasul Allah salla’llaku ‘alayhi wa-sallama. Maka barang siapa ada baginya ilmu dan hilangnya daripadanya jahil, dan barang siapa ada baginya akal niscaya hilanglah daripadanya gila, dan barang siapa yang tiada baginya ilmu dan akal bahwasanya nyatalah daripadanya gila dan bebal, dari karena gila dan bebalnya segala manusia itu dikerjakan yang diharamkan Allah taala dan rasul-Nya dan ditinggalkan segala yang diwajibkan Allah subhanahu wa taala daripadanya.
Maka ilmu yang diketahuinya dan diajar oleh gurunya sia-sialah juga karena oleh gurunya disuruhkannya mengerjakan segala yang fardhu seperti sembahyang lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan berturut turut tiga puluh hari dan mengeluarkan zakat artinya yang sampai nisabnya dan naik haji ke Baitullah jika kuasa berjalaan kepadanya dan barang sebagainya.
Bahwasanya segala yang diharamkan Allah taala dan rasul Allah niscaya wajib gurunya mengajari dia maka tiadalah sekali-kali faedah padanya karena tiadalah baginya akal yang khas. Maka sebab itulah kata segala ulama bahwa akal itu permulaan iman dan pertengahan iman dan kesudahan iman, karena barang siapa ada padanya akal niscaya yang khas niscaya ada padanya iman, dan jika ada padanya iman niscaya senantiasalah dia menjunjung titah Rabb al-‘alamin daripada segala amar dan nahi-Nya, keluarlah daripadanya kafir dan maksiat, karena bersalahan antara segala ulama daripada roh itu dan kata jumhur mutakallimin dan pandita ahli al-usul, maka bahwasanya roh itu jisim yang latif yang mesra
Sumber : Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah (Henri Chambert-Loir, 2007)
Belanja online Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah