Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution
Keterangan Umum
Nama Gunungapi : G. Sangeang Api
Nama Lain : Sangeang, Gunungapi dekat Bima
Nama Kawah : Kawah utama : Kawah Solo (Doro Undo), kawah Oi atau kawah Berano (Doro Api atau Karubu) dan Doro Mantoi
Kawah tambahan : Parasit Dewa Mboko pada pelana, Doro Ego (Kusumadinata, 1967) anak Dewa Toi di lereng selatan Doro Mantoi.
Lokasi Geografis: 08�11'LS dan 119o03,5�BT (Atlas Trop Nederi, 1939, lembar 27).
Secara administrasi terletak di Kecamatan Wera Timur, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
Ketinggian : dml : Doro Api, + 1949m (Atlas Trop.Nederi), Doro Mantoi, + 1795m (Kuenen, p.291)
Kota Terdekat : Wera Timur dengan nama kota Bima
Tipe Gunungapi: Strato kembar
Pendahuluan
Cara pencapaian
Pendakian pada umumnya adalah dari kampung Toroponda, dari Sori buntu lewat padang alang - alang yang landai, hingga di Lare di Sori Belanda (Sungai kecil dan kering).
Satu jam kemudian berturut - turut di capai Luna (lapangan lama) dan setelah itu Watu Pela Ma Awa (Batu Ceper Bawah). Jalannya kemudian menghilang dan sedikit naik memasuki semak belukar, hingga satu jam kemudian dicapai Watu Pela Ma EA (Batu ceper atas), Sebuah padang alang - alang pada ketinggian 580 M. Setelah itu dicapai Kampo Kara dan Mamba Karana, kemudian memotong ke utara lewat lahar lama yang sudah lepas - lepas dan mesuk Mamba Mengi (990M), sebuah undak yang rapat di tumbuhi pohon hutan. Pendakian kini mulai langsung lurus menuju Dewa Mboko, pelana antara Doro Api dan Doro Mantoi. Jalan sudah tidak dapat di lihat lagi dan hanya di tandai di sana sini oleh bekas rintisan jalan, dari orang yang mendaki sebelumnya. Tanpa kesukaran yang berarti sampailah pada lereng yang terbuka, ialah Mamba Kawangge.
Kemudian mengikuti aliran lava lama dari kawah Dewa Mboko, yang terbuka ke jurusan sini bagaikan sepatu kuda hingga di pelana antara Doro Mantoi dan Doro Api. Pendakian dari pelan yang luas ini ke puncak Doro Api maupun Doro Mantoi memakan waktu lk Satu jam. Jalan setapak yang sesungguhnya tidak ada dan dapat di pilih sendiri.
Demografi
Kependudukan di kawasan ini sejak tahun 1985 telah di kosongkan yaitu di transmigrasikan ke Sangeang darat (Kecamatan Wera). Transmigrasi pertama setelah letusan tahun 1953 dan sisanya setelah letusan tahun 1985 sebanyak 263 kk, dengan diberi lahan 1 Ha/kk. Namun keadaan sekarang lahan yang di tinggalkan sudah dijadikan tempat ladang dengan membuat rumah sementara ( Salaya ) terutama pada bulan musim tanam ( Agustus - November ) dan musim panen (Maret - April).
Penghuni musiman tersebut berasal dari penduduk asli yang ia tinggalkan sejak tahun 1953 dan 1985 yang secara umum terakumulasi di Toroponda sebanyak 53 kk, Danggo 25 kk dan kampung Sangeng 45 kk. Penduduk yang menempati salaya ( Rumah sementara ) yang termasuk kawasan rawan III terdapat Joro Sangeang yang di huni sekitar 45 kk.
Penggunaan lahan di kawasan rawan ini merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan cagar alam dengan jenis lahan berupa hutan heterogen, alang - alang dan sebagian ladang penduduk. Mata pencaharian selain bertani adalah berlayar ( Jasa Transportasi antar pulau ) dan berdagang.
Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi
Umumnya di daerah G. Sangeang Api mempunyai sumber dayanya adalah pasir, batu, sirtu, sangat melmpah, yang di pergunakan oleh penduduk setempat sebagai bahan bangunan.
Umumnya tanahnya sangat subur dan merupakan daerah penghasil sayur mayur dan buah - buahan
Wisata Pulau Sangeang
Kawasan ini selain berpotensi dikembangkan menjadi wisata alam pegunungan juga bias dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Keindahan pemandangan pantai yang alamiah juga ditunjang adanya sumber mata air panas di Oi Pana Manangga dan mata air panas Oi Kalo yang bersuhu antara 36 derajat sampai 39 derajat celcius. Juga pantai di kawasan ini merupakan jalur transportasi Mataram - P Komodo (Flores) dan sebagai tempat singgah untuk mengisi bahan bakar.
Akan tetapi lingkungan di sekitar pantai terutama karang - karang laut telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan disekitar pantai dengan menggunakan bahan peledak.
Satu jam kemudian berturut - turut di capai Luna (lapangan lama) dan setelah itu Watu Pela Ma Awa (Batu Ceper Bawah). Jalannya kemudian menghilang dan sedikit naik memasuki semak belukar, hingga satu jam kemudian dicapai Watu Pela Ma EA (Batu ceper atas), Sebuah padang alang - alang pada ketinggian 580 M. Setelah itu dicapai Kampo Kara dan Mamba Karana, kemudian memotong ke utara lewat lahar lama yang sudah lepas - lepas dan mesuk Mamba Mengi (990M), sebuah undak yang rapat di tumbuhi pohon hutan. Pendakian kini mulai langsung lurus menuju Dewa Mboko, pelana antara Doro Api dan Doro Mantoi. Jalan sudah tidak dapat di lihat lagi dan hanya di tandai di sana sini oleh bekas rintisan jalan, dari orang yang mendaki sebelumnya. Tanpa kesukaran yang berarti sampailah pada lereng yang terbuka, ialah Mamba Kawangge.
Kemudian mengikuti aliran lava lama dari kawah Dewa Mboko, yang terbuka ke jurusan sini bagaikan sepatu kuda hingga di pelana antara Doro Mantoi dan Doro Api. Pendakian dari pelan yang luas ini ke puncak Doro Api maupun Doro Mantoi memakan waktu lk Satu jam. Jalan setapak yang sesungguhnya tidak ada dan dapat di pilih sendiri.
Demografi
Kependudukan di kawasan ini sejak tahun 1985 telah di kosongkan yaitu di transmigrasikan ke Sangeang darat (Kecamatan Wera). Transmigrasi pertama setelah letusan tahun 1953 dan sisanya setelah letusan tahun 1985 sebanyak 263 kk, dengan diberi lahan 1 Ha/kk. Namun keadaan sekarang lahan yang di tinggalkan sudah dijadikan tempat ladang dengan membuat rumah sementara ( Salaya ) terutama pada bulan musim tanam ( Agustus - November ) dan musim panen (Maret - April).
Penghuni musiman tersebut berasal dari penduduk asli yang ia tinggalkan sejak tahun 1953 dan 1985 yang secara umum terakumulasi di Toroponda sebanyak 53 kk, Danggo 25 kk dan kampung Sangeng 45 kk. Penduduk yang menempati salaya ( Rumah sementara ) yang termasuk kawasan rawan III terdapat Joro Sangeang yang di huni sekitar 45 kk.
Penggunaan lahan di kawasan rawan ini merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan cagar alam dengan jenis lahan berupa hutan heterogen, alang - alang dan sebagian ladang penduduk. Mata pencaharian selain bertani adalah berlayar ( Jasa Transportasi antar pulau ) dan berdagang.
Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi
Umumnya di daerah G. Sangeang Api mempunyai sumber dayanya adalah pasir, batu, sirtu, sangat melmpah, yang di pergunakan oleh penduduk setempat sebagai bahan bangunan.
Umumnya tanahnya sangat subur dan merupakan daerah penghasil sayur mayur dan buah - buahan
Wisata Pulau Sangeang
Kawasan ini selain berpotensi dikembangkan menjadi wisata alam pegunungan juga bias dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Keindahan pemandangan pantai yang alamiah juga ditunjang adanya sumber mata air panas di Oi Pana Manangga dan mata air panas Oi Kalo yang bersuhu antara 36 derajat sampai 39 derajat celcius. Juga pantai di kawasan ini merupakan jalur transportasi Mataram - P Komodo (Flores) dan sebagai tempat singgah untuk mengisi bahan bakar.
Akan tetapi lingkungan di sekitar pantai terutama karang - karang laut telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan disekitar pantai dengan menggunakan bahan peledak.
Daftar acuan
Data dasar gunung api Indonesia, oleh Kusumadinata, K . 1979
Laporan Pemantauan / Pengawasan Daerah Bahaya Gunung Api Sangeang Api di Kec. Wera Timur, Kab. Bima NTB, oleh Rahmat, H dkk. Tahun 1998
Lebih Lanjut Baca Disini